Curiga Diselingkuhi, Cewek ini Coba Jebak Suaminya, tapi Rahasia yang Terungkap Malah Mengejutkan


Palingseru.com – Perasaan takut diselingkuhi tentu kerap kali menghampiri para istri. Terutama istri yang sering ditinggalkan suami untuk pergi bekerja di luar kota. Begitu pula dengan istri bernama Li ini. Dia menyimpan rasa curiga pada suaminya ketika sang suami berpamitan untuk menjalankan bisnis di luar kota.

Dilansir BangkaPos.com, Li adalah seorang manajer R&D (Research&Development) di sebuah perusaan asing terbesar di negaranya. Kemampuan bisnisnya sangat baik, sifat serta tutur katanya pun sangat baik.

Meski demikian, Li adalah seorang yang tegas. Ia bahkan sampai-sampai memiliki moto seperti ini, “Jangan berani berbohong sekalipun padaku, jika tidak akibatnya bisa sangat serius.”

Sedari kecil, Li sudah tumbuh dalam keluaga kaya raya. Kedua orangtuanya berprofesi sebagai dosen. Untuk itulah prestasi serta perilaku dan adab Li sangat baik.

Karena itu pulalah yang membuat sosok Li sangat diidola-idolakan para lelaki.

Hingga suatu ketika, Li bertemu dengan seorang pria bernama Wen, yang merupakan teman satu kampusnya.

Namun lucunya, jika biasanya Li dikejar-kejar oleh lelaki, kali ini ia yang mengejar Wen.

Jika dibandingkan dengan Li, kehidupan Wen bisa dibilang jauh berbeda.

Wen hanyalah seorang pria sederhana yang berasal dari daerah pegunungan terpencil. Dia juga tidak memiliki orang tua alias anak yatim piatu.

Tanpa terasa hubungan antara keduanya berjalan dengan baik, hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk menikah.

Pesta pernikahan yang mereka gelar pun terbilang meriah dan mewah.

Banyak kerabat mereka yang datang untuk mengucapkan selamat kepada kedua mempelai pengantin tersebut.

Saking senangnya, Li dan Wen, serta ayahnya Li, mendatangi setiap meja dan bersulang dengan tamu sebagai bentuk terima kasih dan menyambut mereka.

Ketika mereka sampai ke salah satu meja yang paling pojok, ada sepasang suami istri yang buta dengan pakaian agak kumuh dan tampak merendah diri.

Wen dengan suara yang rendang mengatakan kepada Li, “ini adalah paman dan bibi saya”. Li dengan sangat antusias bersulang dengan paman dan bibinya sembari mengatakan,

“Kalian adalah satu-satunya keluarga yang Wen miliki, hari ini adalah hari pernikahan kami, kalian dengan ikhlas melakukan perjalanan jarak jauh untuk datang kesini, saya sangat bersyukur dan berterima kasih.”

Mendengar perkataan itu, paman dan bibinya pun tak bisa menjawab apa-apa, kecuali mengatakan “iya” sambil meneteskan air mata.

Setelah menikah, kehidupan mereka semakin bahagia dan lengkap. Namun kian hari, tutur kata yang dikeluarkan Li semakin tajam, tapi untungnya ia memiliki suami yang penyabar dan penyayang sehingga perkelahian diantara mereka sangat jarang terjadi.

Dengan sikap yang sabar itu pula, membuat sosok Wen selalu disanjung-sanjung oleh ibu dan ayah mertuanya.

Ketika festival musim semi mendekat, perusahaan tempat Wen bekerja tiba-tiba mengutusnya keluar kota untuk melakukan perjalanan bisnis.

Saat Wen pergi ke luar kota, perasaan curiga yang tak pernah ada di benak Li tiba-tiba mencuat. Bahkan hal itu terus ia pikirkan sampai larut malam.  Tidurnya sontak menjadi tidak tenang, dan untuk mengatasi ini ia pun bergegas mengambil computer untuk mempersiapkan pekerjaan besok harinya.

Tanpa disangka, saat itu ia menemukan sosial media suaminya sedang online.

Li mempunyai ide, ia mendaftarkan akun baru yang diberi nama “Hantu di Senja Hari”. Ia berpura-pura sebagai orang asing untuk menambah akun suaminya sebagai teman.

Dengan akun itu pula, ia mulai ingin ‘menjebak’ suaminya dengan melontarkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan rumah tangganya.

“Begitu larut masih online, apakah lagi sibuk bekerja atau sedang bosankan?” tulis Li pada Wen.

Wen membalas dengan satu kalimat, pikirannya tidak tenang, mencari-cari solusinya di Internet.

Kemudian Li kembali mengirim pesan dengan menawarkan sebagai pendengar masalah Wen.

“Mau tidak mencurahkan semuanya pada ku, anggap saja saya sebagai sebuah lubang di dekat pohon, kamu boleh menceritakan semuanya. Saya juga orang asing, apa yang saya ketahui juga tidak ada yang tahu.”

Dengan polosnya, Wen pun mulai mencurahkan semua masalahnya selama ini yang ternyata adalah ‘rahasia’ yang takut ia ungkapkan pada istrinya.

Sebab, sang istri selalu memperingatkannya dengan mengatakan, “Jangan berani berbohong sekalipun padaku, jika tidak akibatnya bisa sangat serius.”

Itulah kata-kata yang selalu menghantuinya sampai saat ini, hingga membuatnya seperti orang yang bersalah dan penuh dosa.

Pasalnya, paman dan bibi yang datang pada pernikahannya itu adalah orangtua kandungnya.

Hal itu ia lakukan bukan karena merasa malu pada orangtuanya, tidak!

Tetapi kemauan orangtuanya sendiri, yang tidak ingin membuat putra semata wayangnya itu malu ketika mereka hadir di acara pernikahannya karena kondisi mereka yang kumuh dan buta.

Selain itu, disisi lain, arsip Wen juga selalu menulis bahwa Wen adalah anak yatim piatu.

Kemudian, lambat laun, Wen telah masuk Universitas, karena di arsipnya menyatakan identitasnya seorang anak yatim piatu, dengan begitu biaya kuliahnya digratiskan.

Dan sampai bertemu hingga menikah pun, istrinya selalu berpikiran bahwa Wen adalah seorang yatim piatu, dan tetap mau menerimanya.

Sebenarnya Wen ingin sekali menjelaskan pada istrinya tentang dirinya, tapi karena istrinya sering mengatakan, “Jangan berani berbohong sekalipun padaku, jika tidak akibatnya akan serius”, Wen pun menjadi takut.

Wen tak bisa berbuat apa-apa, selain bisa mengirim sejumlah uang dan barang kepada orangtuanya secara diam-diam.

Sementara bisnis ke luar kota, itu hanyalah tipuan Wen demi bisa menemui kedua orangtuanya.

Ia merasa kasihan dan tak tega dengan orangtuanya sendirian di rumah di tengah festival besar tahun ini. Perasaannya tidak tentang sama sekali, lalu ia pergi ke Warung Internet untuk bersantai.

Setelah mendengar semua pengakuan Wen, Li tidak bisa menahan tangisnya, dia bergegas mengganti pakaian dan berlari keluar pintu untuk pergi ke stasiun, membeli tiket ke kampung halaman Wen.

Sampai beberapa kali gonta-ganti mobil, dan juga memakan sehari perjalanan di gunung, akhirnya Li sampai ke kampung halamannya Wen.

Sesampainya di desa, Li melihat sebuah pondok yang terbuat dari jerami, di depannya duduklah sepasang suami istri yang buta sedang merangkul keranjang.

Li percaya bahwa itu adalah orangtua Wen.

Dengan berderai air mata, Li langsung menghampiri dan berlutut di depan mereka sambil berteriak dengan lantang, “Ayah, Ibu, aku akan membawamu pulang.”


Like it? Share with your friends!