Palingseru.com – Sebuah makam dengan panjang tujuh meter yang terletak di tengah belantara hutan jati kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo kini sedang menjadi perbincangan publik.
Banyak orang penasaran siapa sosok sebenarnya orang yang di kubur di makam tersebut ? Hal ini dikarenakan ukuran makam seperti tidak masuk akal dengan panjang 7 meter. Biasanya panjang kuburan di kompleks pemakaman umum tentu menyesuaikan dengan postur tinggi badan orang yang dimakamkan.
Menurut seorang pria bernama Asmat (55) yang merupakan penjaga makam ini mengaku jika makam sepanjang 7 meter itu dikenal sebagai Kuburan Mbah Dowo (Kuburan Mbah Panjang).
Dan sosok di dalam makam tersebut bukanlah merupakan manusia melainkan benda pusaka peninggalan leluhur.
Baca juga : Pria ini Nekat Bongkar Makam ibunya yang Baru Meninggal, Alasan Ia Melakukan ini Sungguh Mengejutkan
“Jadi ini belum ada yang tahu sejarah mulanya kapan. Ada yang menyebut ini petilasan (peninggalan pusaka), jadi bukan kuburan seperti umumnya. Petilasan leluhur zaman dahulu,” ujar Asmat.
Tanggung jawab Asmat untuk menjaga makam tersebut membuat dirinya membangun rumah dengan letak tak jauh dari makam tersebut. Asmat adalah orang yang hidup sebatang kara yang tinggal dengan rumah anyaman bambu tepat di samping makam mbah Dowo.
Konon katanya , kuburan Mbah Dowo sudah ada sebelum pembukaan area Perhutani atau hutan produksi yang pernah dikuasai Kolonial Belanda. Asmat sendiri merupakan penjaga kuburan Mbah Dowo ke-9.
“Sebelum ada Perhutani sudah ada ini. Saya orang kesembilan yang jaga. Sebelum saya itu Pak Usman,” ujarnya.
Asmat juga mengatakan untuk mendapatkan data lengkap dari makam Mbah Dowo ini dibutuhkan meditasi dengan tujuan agar bisa berkomunikasi dengan leluhur kuburan Mbah Dowo.
Menurut sejumlah informasi spiritual yang berkembang di masyarakat, nama Mbah Dowo sebenarnya merupakan Eyang Suryo Bujo Negoro.
“Macam-macam ceritanya, kalau dari saya itu isinya bukan pusaka, tapi manusia,” ujar salah satu warga sekitar area Makam Mbah Dowo, Sardi (73).
Sementara itu, Asmat sendiri tetap meyakini bahwa di dalamnya merupakan petilasan benda pusaka berupa tombak
“Di situ ada peninggalan seperti pusaka, payung tungul nogo dan pusaka kyai tombak korowelan,” kata pria kelahiran Kecamatan Genteng ini.
Bagi masyrakat yang penasaran dengan kuburan Mbah Dowo ini bisa mengunjungi makam tersebut dengan mencari Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo Wilayah I (Kantor PA). Kemudian tepat di samping Kantor PA ada jalan masuk dengan kondisi terjal menuju makam Mbah Dowo. Jarak yang ditempuh kurang lebih 2 kilometer dengan menyusuri hutan pohon jati.
Di lokasi makam Mbah Dowo sudah dilengkapi toilet, musola, pendopo untuk tempat duduk bersama, serta sebuah rumah milik Asmat. Alasan utama Asmat mau mengabdikan diri menjaga dan merawat peninggalan sejarah ini, yakni ingin menguji kesabaran.
“Prinsipku di sini hanya menguji kesabaran. Meski banyak tantangan dan cobaan sampai delapan tahun. Yang jaga sebelum saya, banyak gak kuat kemungkinan ada tingkah yang tidak bagus,” ujarnya.
Saat ditanya apa tantangannya, Asmat bercerita meski hanya seorang penjaga makam Mbah Dowo, ternyata banyak yang iri ingin mengambil alih. Namun tujuannya lebih ke arah spiritual.
“Pernah mau dikeroyok orang, diusir orang, mau direbut tempatnya di sini. Ingin jadi dukun-dukun di sini. Alhamdulillah bisa bertahan di sini sampai 8 tahun,” tuturnya.
Makam Mbah Dowo, akan sangat ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah. Terutama pada hari-hari sakral seperti Jumat Legi dan malam Satu Suro, (Penanggalan Jawa). Keramaian pengunjung digambarkan Asmat yaitu pendopo berukuran 5 kali 5 meter, ditambah musola dan rumahnya sendiri sampai dipenuhi orang berziarah.