Kisah Menarik, Hilangnya 7 Kata di Pembukaan UUD 1945


piagam_Jakarta

Palingseru.com – Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, dipagi hari Soekarno yang didampingi dengan Mohammad Hatt membacakan Tesk Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang artinya Indonesia sudah merdeka dan terbebas dari penjajah.

Setelah mendampingi pembacaan Teks Proklamasi tersebut, Mohammad Hatta pun segera kembali ke rumah tepatnya di jalan Diponegoro, Jakarta.

Sesampai dirumah Mohammad Hatta mendapat telepon dari Nishijima yang merupakan petinggi Angkatan Laut Jepang. Ia mengatakan bahwa ada opsir Angkatan Laut Jepang ingin bertemu dengannya.

Lalu, Mohammad Hatta pun bertemu dengan opsir itu. Kemudian, opsir itu mengatakan bahwa “wakil-wakil Protestan dan Katolik dalam daerah-daerah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang, berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Seperti dilansir Liputan6.com.

Mohammad Hatta mengerti jika maksud dari wakil-wakil Protestan dan Katolik itu, kalimat tersebut hanya mengikat kaum muslim saja, sedangkan mereka merasa tidak terikat.

Mengenai masalah ini Mohammad Hatta pun melakukan rapat pendahuluan dengan melibatkan Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Hasan. Empat orang tersebut merupakan perwakilan kalangan islam di PPKI.

Sebelum sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dimulai, pada tanggal 18 Agustus 1945, Mohammad Hatta sudah melakukan sidang pendahuluan untuk membahas tentang kalimat tersebut.

Mohammad Hatta pun menjelaskan apa yang dikatakan opsir itu. Dan akhirnya diubahlah kalimat tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Kalimat ini pun akhirnya disahkan pada Sidang PPKI  yang dilakukan pada 18 Agustus 1945, dan tujuh kata itu pun resmi dihilangkan.

 

 


Like it? Share with your friends!